Jakarta | Dalam upaya memperkuat sistem penegakan hukum nasional dan menjamin independensi aparat penegak hukum, Presiden Prabowo Subianto menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara terhadap Jaksa dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia. Peraturan ini resmi berlaku sejak 21 Mei 2025, dan disambut positif oleh banyak kalangan.
6 Bentuk Perlindungan dan Dukungan dari Aparat Negara
Mengacu pada isi Perpres, terdapat enam jenis perlindungan yang dapat diberikan kepada jaksa dan keluarganya, antara lain:
1. Perlindungan terhadap ancaman fisik maupun nonfisik;
2. Perlindungan terhadap tempat tinggal dan harta benda;
3. Kerahasiaan identitas pribadi;
4. Pendampingan hukum;
5. Pemulihan nama baik dan rehabilitasi jika jaksa dikriminalisasi;
6. Pelibatan TNI dan Polri dalam pengamanan, jika diperlukan.
Langkah ini dianggap penting mengingat meningkatnya tekanan yang dihadapi jaksa saat menangani perkara tindak pidana korupsi, kejahatan terorganisir, dan pelanggaran HAM berat.
Kejaksaan Agung: Presiden Mendengar Suara Penegak Hukum
Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan apresiasinya kepada Presiden Prabowo atas lahirnya Perpres ini.
"Dengan ditandatanganinya Perpres ini, Presiden menunjukkan bahwa negara hadir untuk jaksa. Kami sering menghadapi tekanan bahkan ancaman serius. Kini kami memiliki dasar hukum untuk mendapatkan perlindungan saat bekerja secara profesional," ujar Burhanuddin dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Kamis (23/5).
Ia menegaskan bahwa Perpres ini tidak hanya melindungi individu jaksa, tetapi juga menjaga integritas lembaga Kejaksaan secara keseluruhan.
Menko Polhukam: Perlindungan Bukan Kekebalan
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Hadi Tjahjanto, menyatakan bahwa perlindungan jaksa merupakan bagian dari sistem penegakan hukum yang sehat. Namun ia menegaskan bahwa Perpres ini tidak memberikan jaksa kekebalan hukum.
“Perlindungan ini bukan bentuk impunitas. Jika jaksa melanggar hukum atau etika, tetap harus bertanggung jawab. Tapi jika mereka menjalankan tugasnya secara sah, negara wajib melindungi,” ujarnya di Kantor Kemenko Polhukam.
DPR: Jangan Sampai Disalahgunakan
Ketua Komisi III DPR RI, Dr. Habib Ismail, menyatakan bahwa regulasi ini sangat dibutuhkan di tengah meningkatnya tantangan penegakan hukum.
“Negara wajib melindungi aparatnya. Tapi kami minta agar Perpres ini dijalankan dengan kehati-hatian, agar tidak disalahgunakan untuk membungkam kritik atau menyulitkan kontrol publik,” katanya saat rapat kerja bersama Kejaksaan RI.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Hinca Panjaitan, mengingatkan agar pelibatan TNI dan Polri tidak menjadi permanen dan hanya dilakukan untuk situasi tertentu yang benar-benar membutuhkan dukungan keamanan ekstra.
Akademisi: Wujudkan Perlindungan dengan Transparansi
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Prof. Dr. Topan Adi Santosa, menilai Perpres ini sebagai langkah reformasi hukum yang penting. Menurutnya, perlindungan terhadap jaksa perlu karena mereka bekerja di bawah tekanan tinggi, terutama dalam kasus yang menyentuh kepentingan politik atau ekonomi.
“Perpres ini bisa menjadi pelindung atau bisa juga menjadi alat pelindung diri yang berlebihan. Karena itu, harus ada pengawasan ketat dan prosedur transparan dalam penerapannya,” jelas Topan kepada media.
Senada, Ketua Lembaga Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LKHKS), Dr. Sinta Wahyuni, menyebut bahwa peraturan ini perlu dilengkapi dengan sistem kontrol yang partisipatif.
“Pelibatan masyarakat sipil dalam pengawasan, termasuk peran Komisi Kejaksaan dan Ombudsman, perlu diperkuat agar Perpres ini tidak menjadi tameng dari penyalahgunaan kekuasaan,” katanya.
Langkah Selanjutnya: Juklak dan Unit Khusus
Kejaksaan Agung telah menyatakan bahwa pihaknya akan segera menyusun Peraturan Jaksa Agung (Perja) sebagai petunjuk pelaksanaan Perpres. Termasuk di dalamnya pembentukan unit khusus yang menangani asesmen risiko dan pelaksanaan perlindungan di lapangan.
“Kami akan bersinergi dengan TNI, Polri, dan LPSK agar perlindungan ini bersifat konkret dan efektif,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan RI.
Kesimpulan
Perpres 66/2025 merupakan sinyal kuat dari negara bahwa tugas penegakan hukum tidak boleh dijalankan dalam ketakutan. Perlindungan terhadap jaksa adalah bagian dari strategi besar reformasi hukum nasional. Namun, pelaksanaannya harus tetap berlandaskan akuntabilitas, transparansi, dan profesionalisme agar tidak berbalik menjadi celah bagi kekebalan hukum.
RS
0 Komentar